Ada beberapa istilah yang masuk di
dalam kamus modern kita yang maknanya belum kita ketahui sebelumnya, di
antaranya adalah kata “lkhtilath” antara laki-laki dan wanita. Karena wanita
pada masa kenabian dan masa sahabat dan tabi’in juga bertemu dengan laki-laki,
demikian jaga laki-laki juga bertemu dengan kaum wanita di berbagai acara yang
beragam, baik itu yang bersifat agamis maupun masalah keduniaan. Hal itu tidak
dilarang secara mutlak, bahkan diperbolehkan apabila diketahui secara jelas
sebab dan alasannya dan terpenuhi kriterianya, dan mereka tidak menamakan itu
sebagai ikhtilath.
Kemudian
istilah ini menjadi populer dewasa ini, saya sendiri tidak tahu sejak kapan
pemakaian itu dimulai dengan maknanya yang asing bagi perasaan Muslim dan
Muslimah. Karena mencampur sesuatu dengan sesuatu yang lain berarti melarut
seperti bercampurnya garam atau gula dengan air.
Yang
penting di sini kita tegaskan bahwa tidak semua ikhtilath itu dilarang
sebagaimana itu difahami oleh da’i-da’i yang ekstrim dan sempit pemikirannya.
Dan tidak pula setiap ikhtilath itu diperbolehkan, sebagaimana diikuti oleh
da’i-da’i sekuler yang suka mengekor Barat.
Permasalahan
ini telah saya bahas dan saya jawab bersama dengan beberapa persoalan lainnya
di dalam kitab saya “Fatawa Mu’ashirah” juz dua. Di antaranya hal-hal yang
berkaitan dengan ikhtilath, mengucapkan salam kepada wanita, salaman, laki-laki
menjenguk wanita yang sakit atau sebaliknya, dan lain-lain.
Yang
ingin saya ingatkan di sini adalah sesungguhnya kewajiban kita adalah hendaknya
kita beriltizam terhadap sebaik-baik petunjuk, itulah petunjuk Nabi SAW dan
petunjuk Khulafaur Rasyidin dan para sahabatnya, jauh dari pemahaman Barat yang
cenderung menghalalkan (segala sesuatu) dan cara orang timur yang ekstrim. Barangsiapa yang merenungkan
petunjuk Nabi SAW maka ia mengetahui bahwa wanita bukanlah orang yang dipenjara,
bukan pula orang yang terisolir sebagaimana hal itu pernah terjadi pada
masa-masa kemunduran ummat Islam.
Wanita
dahulu ikut datang berjamaah dan shalat Jum’at di masjid Rasulullah SAW. Nabi
SAW memerintahkan kepada mereka agar mengambil shaf-shaf yang terakhir yaitu di
belakang shaf laki-laki. Semakin shaf itu lebih dekat ke bagian belakang maka
semakin mulia karena takut kalau aurat wanita itu nampak di hadapan kaum
laki-laki dan mayoritas mereka para sahabat dahulu tidak mengenal celana, dan
tidak ada dinding atau kayu yang membatasi antara kaum wanita dengan pria.
Mereka
pada awalnya, laki-laki dan wanita masuk pintu mana saja yang mereka sepakati,
sehingga terkadang terjadi bersimpangan antara yang masuk dan yang keluar.
Kemudian Nabi SAW bersabda, “Alangkah baiknya jika pintu ini kalian khususkan
untuk wanita.” Akhirnya mereka mengkhususkan pintu itu untuk kaum wanita
sehingga sampai sekarang dikenal dengan nama “Babun Nisa’” (pintu khusus
wanita).
Kaum
wanita di masa kenabian ikut datang shalat jum’at dan mendengarkan khutbah,
hingga ada salah seorang di antara mereka yang hafal surat “Qoof” dari lisan
Rasulullah SAW karena seringnya ia mendengarkan dari mimbar jum’at. Wanita dahulu juga ikut datang
melakukan dua shalat ‘Ied, dan ikut serta dalam festifal Islami yang menghimpun
orang-orang dewasa dan anak-anak kecil, laki-laki dan wanita di tanah terbuka,
mereka bertahlil dan bertakbir bersama. Imam Muslim meriwayatkan dari Ummi
‘Athiyah, ia berkata, “Kita (kaum wanita) dahulu diperintahkan untuk keluar
pada ‘ledain (dua hari raya), wanita yang dipingit dan yang masih gadis.”
Dalam
riwayat lain ia berkata, “Rasulullah SAW memerintahkan kepada kita untuk
menyuruh mereka keluar pada ledul Fithri dan ledul Adha, baik wanita-wanita
baligh, wanita yang sudah datang bulan maupun yang dipingit. Adapun orang yang
haid maka dijauhkan dari tempat shalat, mereka juga menghadiri
kebaikan-kebaikan dan undangan kaum Muslimin,” aku bertanya, “Wahai Rasulullah,
ada di antara kami yang tidak mempunyai jilbab.” Nabi bersabda, “Hendaknya
saudaranya mengenakan jilbabnya kepadanya,” artinya meminjamkannya.
Inilah
sunnah yang dimatikan oleh ummat Islam di sebagian besar negara-negara atau
bahkan seluruhnya, kecuali yang akhir-akhir ini dilaksanakan oleh para pemuda
shahwah Islamiyah yang berupaya menghidupkan sebagian sunnah yang ditinggalkan.
Seperti sunnah I’tikaf pada sepuIuh hari terakhir di bulan Ramadhan dan
sunnahnya wanita menghadiri shalat ‘led.
Wanita
dahulu ikut menghadiri majelis-majelis ilmu bersama kaum laki-laki di sisi Nabi
SAW dan mereka juga bertanya tentang masalah agama mereka yang saat ini
kebanyakan wanita merasa malu. Sehingga ‘Aisyah RA sempat memuji wanita-wanita
Anshar, bahwa mereka itu tidak malu-malu untuk bertanya masalah agama, sehingga
mereka bertanya tentang janabat, mimpi, mandi besar, haid, istihadhah dan yang
lainnya.
Mereka
bahkan tidak puas mengaji bersama-sama kaum laki-laki sehingga meminta secara
khusus kepada Rasulullah SAW untuk diberikan kesempatan di hari tertentu khusus
untuk mereka. Mereka mengatakan “Wahai Rasulullah, kaum laki-laki telah
mengalahkan kami untuk (mengaji kepadamu), oleh karena itu khususkanlah hari
untuk kami,” maka Nabi SAW menjanjikan mereka hari tertentu untuk memberi
nasihat kepada mereka.” (HR. Bukhari).
Aktivitas
wanita juga sampai pada keikutsertaan mereka dalam peperangan dan jihad dalam
memberikan pelayanan kepada para tentara dan mujahidin dengan kemampuan yang
mereka miliki dengan baik. Berupa perawatan dan pertolongan pertama dan merawat
orang-orang yang terluka, selain juga memberikan pelayanan-pelayanan lainnya,
seperti memasak makanan dan minuman dan mempersiapkan apa-apa yang diperlukan
oleh para mujahidin.
Dari
Ummi ‘Athiyah, ia berkata, “Saya pernah berperang bersama Rasulullah SAW
sebanyak tujuh peperangan, saya membelakangi mereka dalam keberangkatan mereka,
maka saya membuat untuk mereka makanan dan mengobati orang-orang yang terluka,
dan merawat orang-orang yang sakit.” (HR. Muslim)
Imam
Muslim meriwayatkan dari Anas, bahwa sesungguhnya ‘Aisyah dan Ummu Sulaim pada
perang Uhud juga ikut berperang aktif membawa qirbah (tempat minuman) di atas
punggungrya, kernudian menuangkan air ke mulut orang-orang (mujahidin),
kemudian mereka berdua kernbali memenuhi qirbah itu. (HR. Muslim)
Keberadaan
Aisyah di sini dalam usia belasan tahun menolak orang-orang yang mengatakan
bahwa keikutsertaan wanita dalam peperangan itu hanya boleh untuk wanita-wanita
yang tua usianya. Pendapat ini tidak bisa diterima, sebab apa artinya
nenek-nenek dalam suasana peperangan yang menuntut kekuatan fisik dan perasaan
sekaligus.
Imam
Ahmad meriwayatkan bahwa ada enam wanita dari wanita-wanitanya orang-orang yang
beriman dahulu ikut bersama tentara mengepung Khaibar. Mereka ikut memegang
anak panah, memberi minum dan mengobati orang-orang yang terluka, bersenandung
dengan syair-syair dan membantu di jalan Allah. Nabi SAW telah memberi mereka
ghanimah.
Bahkan
ada riwayat shahih yang menjelaskan bahwa sebagian isteri-isteri sahabat ikut
serta dalam sebagian peperangan Islam dengan membawa senjata ketika mereka
diberi kesempatan untuk itu. Sebagaimana itu dilakukan oleh Ummu ‘Imarah
Nasibah binti Ka’b, pada hari perang Uhud, hingga Rasulullah SAW bersabda,
“Sungguh posisi dia lebih baik daripada posisi fulan dan fulan.” Demikian juga yang dilakukan oleh
Ummu Sulaim yang membawa clurit pada hari perang Hunain ia merobek perut musuh
yang mendekat kepadanya.
Imam
Muslim juga meriwayatkan dari Anas (putra Ummu Sulaim) bahwa Ummu Sulaim pernah
membawa cIurit pada waktu perang Hunain, maka suaminya yang bernama Abu Talhah
melihatnya dan berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, ini Ummu Sulaim,
ia membawa clurit.” Maka Nabi SAW bertanya kepada Ummu Sulaim, “Untuk apa
clurit itu?” Ummu Sulaim menjawab, “Aku ambil karena jika ada salah seorang
dari kaum musyrikin mendekati aku maka aku akan merobek perutnya dengan cIurit
itu, ” kemudian Rasulullah SAW tersenyum.” (HR. Muslim). Demikian juga Imam Bukhari membuat
bab tersendiri di dalam shahihnya mengenai peperangan kaum wanita.
Keinginan
wanita muslimah di masa kenabian dan sahabat dahulu tidak hanya terhenti pada
keikutsertaan mereka dalam peperangan sampai wilayah sekitarnya seperti Khaibar
dan Hunain. Akan tetapi keinginan mereka sampai menyeberangi lautan dan ikut
andil di dalam menaklukkan negara-negara yang jauh untuk menyampaikan risalah
Islam.
Imam
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas, bahwa Rasulullah SAW ber-qailulah
(tidur siang) di dekat Ummi Haram Binti Milhan (bibi Anas) pada suatu hari.
Kemudian Nabi bangun dan tertawa, maka Ummu Haram bertanya, “Apa yang membuat
engkau tertawa wahai Rasulullah?” Nabi bersabda, “Ada manusia dari ummatku yang
ditawarkan kepadaku untuk berperang di jalan Allah, mereka menyeberangi lautan
seperti raja di atas singgasananya.” Ummu Haram berkata, “Wahai Rasulullah,
doakan kepada Allah agar Dia menjadikan aku termasuk mereka,” maka Nabi SAW
mendoakan untuknya . (HR. Muslim)
Dan
ternyata Ummu Haram ikut menyeberangi lautan pada masa Utsman bersama suaminya
‘Ubadah Ibnu Shamit ke Qubrush (Siprus). Akhirnya ia diseruduk oleh kudanya di
sana dan akhirnya wafat dan dikubur di tempat itu. Dalam kehidupan sosial, wanita ikut
serta dalam mendakwahkan kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari
yang munkar.
Sebagaimana
firman Allah SWT: “Dan orang-orang yang beriman,
lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian
yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma ‘ruf, mencegah dari yang
munkar.” (At-Taubah: 71).
Di
antara peristiwa yang masyhur adalah bantahan salah seorang muslimat kepada
Umar di masjid, dalam masalah mahar (maskawin), dan kesiapan Umar untuk
mengikuti pendapatnya secara terang-terangan. Umar berkata, “Wanita itu benar
dan Umar salah.” Kisah ini disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya di surat
An-Nisa’. Ibnu Katsir berkata, “Isnadnya jayyid.” Ada seorang wanita yang ditunjuk
(ditetapkan) oleh Umar ketika beliau menjadi khalifah untuk berdakwah di pasar,
yaitu Syifa’ binti Abdullah Al ‘Adawiyah.
Siapa
yang merenungkan Al Qur’an Al Karim dan pembicaraannya mengenai wanita dalam
berbagai masa dan dalam kehidupan para Nabi dan Rasul, maka tak akan terasa
adanya tirai besi yang dibuat oleh sebagian manusia antara laki-laki dan
wanita. Maka
kita jumpai Musa ketika masih muda dan kuat berbicara dengan dua gadis putri
Syaikh Kabir (Nabi Syu’aib) dan bertanya kepada keduanya, dan kedua gadis itu
pun menjawab pertanyaan Musa tanpa perasaan dosa dan berat. Musa membantunya
dengan penuh kesopanan dan hormat. Setelah peristiwa itu, salah satu dari
keduanya datang sebagai utusan dari ayahnya untuk mengundang Musa agar pergi
bersamanya menuju ayahnya.
Kemudian
salah satu dari keduanya usul kepada ayahnya setelah itu agar ayahnya
menjadikan Musa sebagai pelayan (pembantu) ayahnya karena melihat kekuatan dan
kejujuran Musa.
Al Qur’an
menjelaskan: “Dan
tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan
orang yang sedang rnemberi minum (meminumkan) ternaknya, dan ia menjumpai di
belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menambat (ternaknya).
Musa berkata, “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu
menjawab, “Kami tidak dapat meminum (ternak kami), sebelum
penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah
orang tua yang telah lanjut usianya.” Maka Musa memberi minum ternak itu untuk
(menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa, “Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau
turunkan kepadaku.” Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua
wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata, “Sesungguhnya bapakku memanggil
kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak)
kami.” Maka tatkala Musa mendatangi bapaknnya (Syu’aib) dan menceritakan
kepadanya cerita (mengenai dirinya). Syu’aib berkata, “Janganlah kamu takut,
kamu telah selamat dari orang-orang yang zhalim itu.” Salah seorang dari kedua
wanita itu berkata, “Hai bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada
kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (Al Qashas: 23-26).
Di
dalam kisah Maryam kita dapatkan Zakaria masuk ke mihrabnya dan bertanya
kepadanya mengenai rizki yang dia jumpai di sisi Maryam. “Setiap Zakaria masuk untuk menemui
Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakaria bertanya, “Hai Maryam dari
mana kamu memperoleh (makanan) ini?” Maryam menjawab, “Makanan itu dari sisi
Allah.” Sesungguhnya Allah memberi rizki kepada siapa yang dikehendakinya tanpa
hisab.” (Ali ‘Imran: 37).
Di
dalam kisah Ratu Saba’ (Bilqis) kita lihat ia mengumpulkan kaumnya untuk diajak
bermusyawarah menanggapi surat dari Sulaiman. “Berkata dia (Bilqis), “Hai para
pembesar berilah aku pertimbangan dalam urusanku (ini) aku tidak pernah
memutuskan sesuatu persoalan sebelum kamu berada dalam majelis(ku).” Mereka
menjawab, “Kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan juga memiliki
keberanian yang sangat (dalam peperangan), dan keputusan berada di tanganmu;
maka pertimbangkanlah apa yang akan karnu perintahkan. Dia berkata,
“Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka
membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang rnulia jadi hina; dan demikian
pulalah yang akan mereka perbuat….” (An Naml: 32-34)
Demikian
juga Bilqis berdialog dengan Sulaiman AS dan Sulaiman pun berbicara dengannya.
Allah berfirman: “Dan
ketika Bilqis datang, ditanyakanlah kepadanya, “Serupa inikah singgasanamu?”
Dia menjawab, “Seakan-akan singgasana ini singgasanaku, kami telah diberi
pengetahuan sebelumnya dan kami adalah orang-orang yang berserah diri.” Dan apa
yang disembahnya selama ini selain Allah, mencegahnya (untuk melahirkan
keislamannya), karena Sesungguhnya dia dahulunya termasuk orang-orang yang
kafir. Dikatakan kepadanya, “Masuklah ke dalam istana.” Maka tatkala dia
melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapnya
kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman, “Sungguh ia adalah istana licin terbuat
dari kaca.” Berkatalah Bilqis, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat
zhalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan
semesta alam.” (An-Naml: 42-44)
Tidak
bisa dikatakan bahwa sesungguhnya ini syari’at ummat sebelum kita, maka tidak
wajib bagi kita. Karena sesungguhnya Al Qur’an tidak menyebutkan hal itu kepada
kita kecuali untuk petunjuk, peringatan dan ibrah bagi orang-orang yang
berakal. Oleh karena itu kesimpulan yang benar adalah, “Sesungguhnya syari’at
ummat sebelum kita yang disebutkan di dalam Al Qur’an dan As-Sunnah itu juga
syari’at untuk kita selama tidak ada dari syari’at kita yang menghapusnya.”
Allah SWT
berfirman:
“Mereka
itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Alah, maka ikutilah petunjuk
mereka….” (Al An’am: 90). Sesungguhnya
menahan wanita di rumah dan membiarkannya tetap berada di antara empat dinding,
tidak boleh keluar dari rumah–sebagaimana dijelaskan oleh Al Qur’an dalam salah
satu tahapan dari tahapan tasyri’ sebelum nash atas hukum zina yang
diketahui–itu merupakan sanksi yang berat bagi orang yang berbuat zina dari
wanita-wanita kaum Muslimin.
Allah SWT
berfirman:
“Dan
terhadap para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang
saksi di antara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah
memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah
sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan yang lain
kepadannya.” (An-Nisa’: 15) . Dan
sungguh Allah telah memberi jalan keluar setelah itu yaitu dengan ditetapkannya
hukum “Had” yaitu hukuman yang ditentukan di dalam syari’at sebagai hak Allah
SWT. Yaitu cambuk bagi orang yang belum menikah dan rajam bagi orang yang sudah
menikah.
Bagaimana
mungkin bisa diterima dalam logika Al Qur’an dan Islam bahwa pengurungan wanita
di rumah merupakan ciri khas dari seorang wanita Muslimah yang komitmen dan
yang terpelihara. Kalau memang demikian berarti kita telah memberikan hukuman
kepada mereka dengan hukuman yang berat dan lama, padahal ia tidak berbuat
dosa.
Kesimpulannya,
bahwa pertemuan antara laki-laki dan kaum wanita pada dasarnya diperbolehkan
dan tidak dilarang, bahkan kadang-kadang diperlukan jika tujuannya adalah kerja
sama dalam mencapai tujuan yang mulia. Seperti dalam majelis ilmu yang
bermanfaat dan amal shalih, atau proyek kebajikan, atau jihad yang diharuskan
dan lain sebagainya yang menuntut potensi yang prima dari dua jenis manusia,
serta kerja sama antara keduanya di dalam merencanakan, mengarahkan dan
melaksanakan.
1. Syubuhat
dan Pendukung Kebebasan Ikhtilath
lnilah
sikap Islam, dan itulah pandangannya mengenai hubungan laki-laki dengan wanita.
Pertemuan keduanya untuk berbuat baik dan ma’ruf, inilah yang kita istilahkan
“Ikhtilath Masyru’.”
Akan
tetapi ghazwul fikri telah mencetak di negara kita suatu kaum yang telinga
mereka ‘budek’ dari hukum Allah dan Rasul-Nya dan mengajak kita untuk
melepaskan wanita secara bebas di tangan orang lain sehingga kokoh
eksistensinya, nampak menonjol syakhsiyahnya dan dapat dinikmati kewanitaannya. Ia bergaul dengan laki-laki tanpa
ikatan dan secara terang-terangan. la pergi sendirian bersamanya dan
menemaninya di gedung bioskop atau begadang bersamanya sampai tengah malam,
berdansa bersamanya dengan musik-musik, dan sebagainya.
Mereka
yang mengaku dirinya sebagai malaikat yang suci itu mengatakan, “Janganlah
kalian takut kepada wanita dan jangan pula khawatir kepada laki-laki dengan
hubungan yang ‘terhormat’ ini dan persahabatan yang bebas serta pertemuan yang
mulia, sesungguhnya jeritan syahwat karena seringnya bertemu itu akan hilang
dan kencangnya akan kendor serta sinarnya akan padam, dan masing-masing dari
laki-laki dan wanita merasakan nikmatnya sekedar bertemu dan menikmati
pandangan dan berbicara, dan jika perlu maka dengan berdansa, karena itu
merupakan salah satu bentuk dari ungkapan seni yang ‘bernilai tinggi’.”
2. Bantahan
Terhadap Pendukung Kebebasan Ikhtilath
Kita
menolak semua pengakuan tersebut di atas dari dua sisi sebagai berikut:
1. Sesungguhnya
kita adalah orang Islam sebelum itu semua. Kita tidak ingin menjual agama kita
karena mengikuti keinginan orang-orang Barat atau timur. Dalam hal ini agama
kita (Islam) mengharamkan kepada kita ikhtilath (pergaulan bebas) seperti itu,
yaitu dengan adanya tabarruj, munculnya fitnah dan terbukanya peluang untuk
menyeleweng.
Allah SWT
berfirman,
“Kemudian
Kami jadikan kamu berada di atas suatu syari’at (peraturan) dari urusan (agama)
itu, maka ikutilah syari’at itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang
yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak
dari kamu sedikit pun dari (siksaan) Allah. Dan sesungguhnya orang-orang yang
zhalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dan Allah
adalah pelindung orang-orang yang bertaqwa” (Al Jaatsiyah: 18-19)
2. Sesungguhnya
Barat sendiri–yang selama ini diikuti–saat ini merasakan sakit akibat dari
kebebasan yang terlepas dari nilai-nilai agama, yang merusak putera puteri
mereka dan telah mengancam peradabannya menuju kehancuran dan porak poranda.
Di
Amerika dan Swedia dan negara-negara lainnya dari negara-negara penganut seks
bebas telah menetapkan hasil statistik bahwa kepuasan syahwat tidak bisa padam
(dipenuhi) hanya dengan kebebasan bertemu dan berbicara, tidak pula dengan apa
yang terjadi setelah pertemuan dan berbicara, tetapi manusia semakin lama
semakin haus. Kita
harus meneliti apa yang terjadi akibat kebebasan dan kemajuan, terlepas dari
beberapa gelintir keunggulan yang dimiliki masyarakat Barat modern saat ini.
3. Pengaruh
Pergaulan Bebas di Masyarakat Barat
Sesungguhnya
jumlah dan peristiwa serta data yang diperoleh dari hasil statistik itulah yang
berbicara dan menjelaskan masalah tersebut. Sungguh telah nampak pengaruh
kebebasan seks yang sampai saat ini masih menjadi problem bagi laki-laki dan
wanita sebagai berikut:
1.
Dekadensi Moral
Kendornya
nilai-nilai akhlaq dan dominasi syahwat, menangnya sifat kebinatangan atas
sifat kemanusiaan, hilangnya rasa malu dan pemeliharaan antara kaum wanita dan
kaum pria dan ketidaktenangan masyarakat, seluruhnya disebabkan karena
pergaulan bebas.
Seorang
mantan presiden AS bernama Kennedy mengatakan dalam wawancaranya dengan wartawan
pada tahun 1962, “Sesungguhnya pemuda Amerika telah larut, berfoya-foya, sudah
terlepas dari ikatan, dan tenggelam dalam syahwat. Di antara tujuh pemuda yang
mendaftar untuk menjadi tentara didapatkan dari tujuh itu enam pemuda yang
tidak sehat, disebabkan mereka terjerumus dalam syahwat… dan saya peringatkan
bahwa pemuda seperti itu merupakan ancaman besar bagi masa depan Amerika.”
Di
dalam buku yang disusun oleh direktur pusat penelitian di Universitas “Harvard”
dengan thema “Revolusi Seks” penulis menegaskan bahwa Amerika telah sampai pada
bahaya besar dalam kerusakan seks. Dan Amerika sedang menuju pada kondisi yang
sama yang menyebabkan jatuhnya dua peradaban Ighriqiyah dan Rumawi pada masa
lalu. Ia mengatakan, “Sesungguhnya kita sudah dikepung dari seluruh arah dengan
aliran ganas dari seks yang menenggelamkan seluruh kamar dari struktur
peradaban kita dan seluruh bidang dari kehidupan kita secara menyeluruh.”
Meskipun
orang-orang Komunis sedikit sekali berbicara mengenai masalah-masalah seks, meskipun
mereka tidak mengizinkan kepada mass media untuk meliputnya, tetapi pada tahun
1926 telah keluar pernyataan dari presiden Rusia “Khrusyuf” bahwa para pemuda
(Rusia) telah menyimpang dan dirusak oleh kemewahan, ia juga memperingatkan
bahwa telah dibuka di Serbia pos-pos militer baru untuk menghabisi
pemuda-pemuda yang menyeleweng, karena itu merupakan bahaya atas masa depan
Rusia.
2.
Banyaknya Anak-anak yang Dilahirkan Secara Tidak Sah
lni
merupakan fenomena umum yang disebabkan terlepasnya keinginan syahwat dan
larutnya batas-batas antara para pemuda dan pemudi. Sebagian lembaga di Amerika
membuat statistik untuk orang-orang yang hamil di luar pernikahan di kalangan
pelajar SMA, ternyata jumlahnya sangat mengerikan.
Mari
kita perhatikan data statistik terbaru dalam masalah ini: bahwa sepertiga
kelahiran anak tahun 1983 di New York adalah anak-anak yang tidak sah, artinya
mereka dilahirkan diluar pernikahan. Mayoritas mereka dilahirkan oleh gadis
berusia 19 tahun ke bawah, dan jumlah mereka adalah 112.353 anak atau 37 % dari
jumlah anak-anak yang dilahirkan di New Yorkl!.”30)
3.
Banyaknya Gadis yang Tua belum menikah dan Pemuda yang membujang
Sesungguhnya
adanya sarana yang mudah untuk memenuhi syahwat tanpa memikul beban pernikahan
dan membina rumah tangga menjadikan kebanyakan para pemuda memilih cara yang
termudah dan menghabiskan masa mudanya untuk ini dan itu. Menikmati lezatnya hubungan
seks yang bervariasi, tanpa terikat dengan kehidupan monoton yang berulang kali
sebagaimana yang mereka kira, tanpa menanggung beban tanggung jawab
berkeluarga, dan sebagainya.
Di
antara dampak dari itu semua adalah banyaknya para gadis-gadis muda yang
menghabiskan masa mudanya tanpa suami yang tinggal bersamanya kecuali laki-laki
yang bemain-main dan menjadikannya sebagai alat hiburan yang diharamkan. Selain
itu juga banyak dari para pemuda yang membujang kehilangan ikatan kehidupan
berumah tangga, sebagaimana hal itu dibuktikan dalam data statistik. Telah
dinyatakan oleh direktur urusan statistik Amerika pada tanggal 22 Dzul Qa’idah
1402 bersamaan dengan 10 September 1982 M, bahwa untuk pertama kalinya terjadi
sejak permulaan abad ini sebagian besar penduduk kota San Fransisco adalah para
pembujang.
Brosh
Syambman menjelaskan dalam muktamar pers yang diadakan oleh lembaga sosial
Amerika bahwa 53% penduduk San Fransisco tidak menikah. Dan ia menjelaskan
tentang keyakinannya bahwa jumlah tersebut mungkin menjadi suatu isyarat atas
contoh keluarga yang paling menyedihkan. Syambman menambahkan bahwa
sesungguhnya perubahan-perubahan sosial ini sesuai untuk mewujudkan kemakmuran
di sebuah kota yang jumlah penduduknya terdiri dari pemuda antara 25-34 tahun
dengan perkiraan 40,4 % selama 10 tahun terakhir. Syambman juga berkata, “Sesungguhnya
jumlah tersebut tidak termasuk jumlah orang-orang yang terkena musibah dengan
kelainan seks yaitu orang-orang yang tinggal di kota dan orang-orang yang
mewakili 15 % dari penduduk.
Tidak
heran setelah ini semua, jika kita membaca di surat kabar seperti di bawah ini: “Para kaum wanita Swedia keluar
untuk melakukan demonstrasi umum yang meliputi seluruh Swedia dengan alasan
menuntut adanya kebebasan seks di Swedia. Demo ini diikuti oleh 100.000 wanita,
mereka akan mengajukan surat permohonan yang ditandatangani secara resmi oleh
pemerintah, di dalam surat itu mengumumkan atas pembelaan terhadap runtuhnya
nilai-nilai akhlaq.”
Sesungguhnya
fithrah wanita dan kecenderungannya untuk memperoleh kepentingannya dan masa
depannya itulah yang mendorong mayoritas dari wanita itu untuk berdemonstrasi
dan menggugat.
4.
Banyaknya terjadi perceraian dan hancurnya rumah-tangga dengan sebab-sebab yang
sangat sederhana
Jika
selain pernikahan itu ada kendala-kendala, maka sesungguhnya setelah terjadi
pernikahan ini, tidak terjamin kekekalannya oleh karena rumah tangga seperti
itu cepat hancur dan ikatannya bisa pudar hanya karena sebab-sebab yang sangat
sederhana.
Di
Amerika, jumlah perceraian dari tahun ke tahun semakin bertambah banyak sampai
batas yang mengejutkan, dan ini juga termasuk di sebagian besar negara-negara
Barat lainnya.
5.
Tersebarnya penyakit-penyakit yang membahayakan
Tersebarnya
penyakit-penyakit misterius yang menyerang saraf, akal dan jiwa dan banyaknya
stress serta goncangan jiwa yang memakan korban beratus-ratus ribu manusia. Di antara penyakit yang paling
berbahaya adalah penyakit yang akhir-akhir ini ditemukan yaitu yang dikenal
dengan penyakit “AIDS” yang menghilangkan kekebalan tubuh. Penyakit ini
mengancam berjuta-juta ummat manusia di Eropa dan Amerika dengan akibat yang
sangat berbahaya. Sebagaimana diungkapkan oleh keputusan dokter dan statistik
secara resmi yang diedarkan oleh beberapa majalah dan surat kabar di seluruh
dunia.
Hal
tersebut sesuai dengan yang diperingatkan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya
yang mulia, “Tidak muncul suatu perbuatan keji di suatu kaum pun, hingga mereka
mengumumkannya (menjadikan tabiat umum) kecuali akan tersebar di kalangan
mereka penyakit tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang belum pernah terjadi
pada orang-orang sebelumnya. (HR. Ibnu Majah)
Ini
belum termasuk penyakit-penyakit stress dan kejiwann yang tersebar di
tengah-tengah mereka mirip seperti tersebarnya api di daun yang kering, dan
pasien-pasiennya memenuhi rumah-rumah sakit.
Apakah para
penyeru pergaulan bebas itu menginginkan untuk memindahkan penyakit-penyakit
itu pada masyarakat kita, padahal Allah telah memberi kecukupan kepada kita
untuk menghindarkan keburukannya? Semoga Allah melindungi kita dari
penyakit-penyakit itu. Ataukah jumlah besar korban dan data statistik itu telah
hilang dari ingatan mereka?
Farwid
dan pengikutnya dari ulama jiwa mengira bahwa menghilangkan ikatan-ikatan
tradisi dari kebutuhan biologis itu dapat menenangkan jiwa (perasaan) dan
menghilangkan stress. Itulah
ikatan-ikatan yang dihilangkan, itulah keinginan-keinginan syahwat yang
dilepaskan, maka hal itu tidak menambah jiwa kecuali semakin stress dan
kebingungan, dan stress itu telah menjadi penyakit masa kini di sana, sedangkan
beribu-ribu rumah sakit jiwa tidak berguna bagi mereka.30) Majalah Timur Tengah,tahun ketujuh
No. 2086, Selasa 18 Dzulqa’idah 1404 H (14 Agustus 1984)
Sumber : Sistem
Masyarakat Islam dalam Al Qur’an & Sunnah (Malaamihu Al Mujtama’ Al Muslim
Alladzi Nasyuduh) oleh Dr. Yusuf Qardhawi, Cetakan Pertama Januari 1997, Citra
Islami Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar