Negara
Indonesia merupakan rangkaian gugusan pulau yang terbentang sepanjang + 5.600
km dari Sabang hingga Merauke. Wilayah negara Republik Indonesia mempunyai
gugusan pulau terbanyak di dunia. Data terbaru menunjukkan bahwa jumlah pulau
di Indonesia mencapai 18.110 buah (Buku Pintar Seri Senior, 2003), terdiri atas
pulau besar dan kecil, baik yang berpenghuni ataupun tidak. Keberadaan
pulau-pulau dan luas wilayah tersebut merupakan salah satu unsur fisik penyusun
wilayah Indonesia yang akan kita pelajari dalam bab ini. Adapun unsur sosialnya
akan kita bahas pada bab tersendiri.
A. Unsur-Unsur Fisik Wilayah
Indonesia
1. Letak Indonesia
Letak
Indonesia artinya tempat beradanya wilayah Indonesia di permukaan bumi.
Berdasarkan sifatnya, letak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu letak absolut
dan letak relatif.
a. Letak Astronomis
Letak
astronomis dapat diartikan sebagai letak wilayah secara tepat berdasarkan
kedudukan garis lintang dan bujur. Secara astronomis, wilayah Indonesia berada
antara 6o LU - 11o LS dan 95o BT - 141o BT. Perhatikan letak astronomis wilayah
Indonesia berikut!
Letak
astronomis disebut juga letak absolut. Letak ini membawa pengaruh bagi
kehidupan masyarakat Indonesia. Berikut ini beberapa pengaruh tersebut.
1)
Letak
lintangnya menyebabkan Indonesia beriklim tropis.
2)
Letak
bujurnya membagi wilayah Indonesia ke dalam tiga daerah waktu berikut ini.
a)
Waktu
Indonesia Barat (WIB) dengan patokan garis bujur 105o BT dengan selisih waktu 7
jam lebih awal dari GMT. Daerah waktunya
meliputi Sumatra, Jawa, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
b)
Waktu
Indonesia Tengah (WITA) dengan patokan garis bujur 120o BT dan selisih waktu 8
jam lebih awal dari GMT. Daerah waktunya meliputi Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur, Bali, NTT, NTB, Sulawesi, dan pulau-pulau kecil di
sekitarnya.
c) Waktu Indonesia Timur (WIT),
dengan patokan garis bujur 135o BT dan selisih waktu 9 jam lebih awal dari GMT.
Daerah waktunya meliputi Kepulauan Maluku, Papua, dan pulaupulau kecil di
sekitarnya.
b . Letak Geografis
Letak
geografis diartikan sebagai letak suatu wilayah kaitannya dengan wilayah lain
di muka bumi. Secara geografis, Indonesia terletak di antara Benua Asia dan
Benua Australia, serta di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Letak
geografis Indonesia menempatkan Indonesia di posisi silang, sehingga Indonesia
berada pada jalur transportasi perdagangan yang ramai. Bahkan sejak zaman
dahulu, perairan Nusantara merupakan perairan yang ramai dilalui kapal-kapal
dagang dari India, Eropa, dan Cina. Dampak dari posisi silang ini menyebabkan
Indonesia kaya akan keragaman budaya dan suku bangsa. Selain itu, letak di
antara dua benua dan dua samudra memengaruhi kondisi cuaca dan iklim. Benua dan
samudra yang memiliki karakteristik iklim yang berlainan, secara periodik
memengaruhi keadaan cuaca dan iklim di Indonesia yang terletak di garis
khatulistiwa.
c . Pengaruh Letak Indonesia
terhadap Perubahan Musim
Perpaduan
antara letak astronomis dengan letak geografis Indonesia tersebut menimbulkan
kondisi berikut ini.
1)
Matahari bersinar terus menerus sepanjang tahun.
2)
Penguapan tinggi, sehingga kelembapan juga tinggi.
3)
Memiliki curah hujan yang relatif tinggi.
4)
Memiliki wilayah hutan hujan tropis yang cukup lebat.
5)
Memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau sebagai akibat
pergerakan angin monsun.
Musim
di Indonesia dipengaruhi oleh adanya gerak semu matahari. Gerak semu matahari
terjadi karena pengaruh rotasi bumi dalam berevolusi (mengelilingi matahari).
Perhatikan gambar dan uraian singkat berikut! Pada tanggal 23 Maret, posisi
matahari tepat di atas khatulistiwa (0°), kemudian matahari seolah-olah
bergeser ke arah Utara, hingga pada tanggal 21 Juni, matahari seolah-olah
berada agak condong di Utara, yaitu di titik balik Utara. Pergerakan matahari
seolah-olah terus terjadi, seiring dengan berjalannya waktu, matahari kembali
bergeser ke Selatan, hingga pada tanggal 23 September, matahari kembali tepat
di atas khatulistiwa, kemudian matahari seolah-olah bergeser ke arah Selatan,
hingga pada tanggal 22 Desember, matahari seolah-olah berada agak condong di
Selatan, yaitu di titik balik Selatan. Pergerakan matahari seolah-olah terus
terjadi, seiring dengan berjalannya waktu, matahari kembali bergeser ke Utara,
hingga pada tanggal 23 Maret, matahari kembali tepat di atas khatulistiwa.
Kondisi ini berjalan terus menerus sepanjang waktu.
Peristiwa
tersebut akan berpengaruh terhadap kondisi kelembapan dan tekanan udara di
Indonesia. Saat matahari banyak berada di wilayah belahan bumi Utara (antara
pertengahan bulan Maret - September), maka di daerah Utara (kawasan Benua Asia)
akan mengalami pemanasan maksimal. Hal ini menyebabkan daerah tersebut memiliki
tekanan udara minimum. Kondisi ini menyebabkan angin berembus dari daerah
bertekanan tinggi (dari belahan bumi Selatan atau Benua Australia) ke daerah
bertekanan rendah (belahan bumi Utara atau Benua Asia). Gerakan udara ini
menimbulkan angin monsun atau musim yang disebut angin monsun Timur (Tenggara),
bertiup antara bulan April - Oktober. Perjalanan angin ini hanya melalui
perairan yang relatif sempit, sehingga angin monsun Timur (Tenggara) hanya
memiliki sedikit kandungan air. Hal ini menyebabkan terjadinya musim kemarau di
sebagian besar wilayah Indonesia.
Sebaliknya,
saat kedudukan matahari berada di wilayah bumi bagian Selatan (antara
pertengahan bulan September - Maret), maka di daerah Selatan (Benua Australia)
akan mengalami pemanasan yang maksimal. Hal ini menyebabkan daerah tersebut
memiliki tekanan udara minimum. Kondisi ini menyebabkan angin berembus dari
daerah bertekanan maksimum (Benua Asia) ke daerah bertekanan minimum (Benua
Australia). Gerakan udara ini menimbulkan angin yang disebut angin monsun
Barat. Angin monsun Barat bergerak dari daratan Asia sekitar bulan Oktober -
April. Dalam perjalanannya, angin ini melalui wilayah perairan yang cukup luas
(Samudra Hindia dan Pasifik), sehingga memiliki kandungan uap air yang cukup
besar dan mendatangkan musim hujan bagi sebagian besar wilayah Indonesia.
Perubahan
musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya disebut masa peralihan antarmusim
atau lebih dikenal dengan sebutan musim pancaroba. Musim pancaroba dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu: peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau,
terjadi antara bulan Maret - April; dan peralihan dari musim kemarau ke musim
penghujan, terjadi antara bulan September - Oktober.
2. Relief Daratan Indonesia
Relief
adalah bentuk kekasaran permukaan bumi, baik berupa tonjolan, dataran, atau
cekungan. Permukaan daratan Indonesia sangat bervariasi, hal ini dikarenakan
Indonesia memiliki sejarah dan formasi geologi yang unik. Indonesia menempati
dua lapisan Lempeng benua yang berbeda, yaitu Lempeng Benua Asia di kawasan
Barat dan lempeng Benua Australia di kawasan Timur. Selain itu, Indonesia
berada pada jalur pertemuan lempeng dunia, sehingga banyak menghasilkan
rangkaian gunung api. Secara garis besar, relief daratan Indonesia dapat
dibedakan atas daerah pantai, dataran rendah, dan dataran tinggi atau daerah
pegunungan. Indonesia banyak memiliki
gunung dan pegunungan, hal ini dikarenakan Indonesia dilintasi oleh dua jalur
pegunungan muda, yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania. Sirkum Pasifik
merupakan rangkaian pegunungan di sekeliling Samudra Pasifik. Berawal dari
Pegunungan Andes di Amerika Selatan, Rocky Mountain di Amerika Utara, Alaska,
Kepulauan Aleut, Kepulauan Kuril, Kepulauan Jepang, Taiwan, Filipina, Pulau
Irian, hingga Selandia Baru. Adapun Sirkum Mediterania dimulai dari Afrika
Utara dan Eropa Selatan, lewat Asia Barat, Pegunungan Himalaya, Thailand Utara,
Myanmar, Kepulauan Andaman, dan Indonesia.
Di
Indonesia, jalur tersebut terpecah menjadi dua, yang dikenal dengan sebutan
jalur busur dalam dan jalur busur luar. Jalur busur luar berada di perairan
sebelah Barat Sumatra, sebelah Selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan berakhir
di Kepulauan Tanimbar. Adapun jalur busur dalam berada di Pulau Sumatra,
membentuk rangkaian Bukit Barisan di bagian Barat Sumatra, rangkaian pegunungan
Selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, hingga Kepulauan Banda. Indonesia tercatat
memiliki 128 gunung api, 90 di antaranya masih aktif dan selalu menunjukkan
aktivitas vulkanismenya. Selain itu, terdapat tidak kurang dari 400 gunung api
yang telah mati. Sebuah gunung dianggap telah mati jika sejak tahun 1600 tidak
lagi menunjukkan adanya gejala vulkanisme. Banyaknya gunung api ini memengaruhi
jenis dan kesuburan tanah, karena proses vulkanisme dapat menghasilkan tanah
baru dan debu hasil letusannya mampu menyuburkan tanah.
Hal
inilah yang menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia merupakan lahan yang
subur. Selain itu, banyaknya gunung api juga berpengaruh terhadap kondisi cuaca,
khususnya curah hujan sebagai akibat dari proses orografis, serta ketersediaan
air tawar karena banyak terdapat mata air di lereng-lerengnya yang menimbulkan
aliran sungai.
3. Persebaran Jenis Tanah
Tanah
merupakan suatu benda alam yang menempati lapisan kulit bumi terluar yang
tersusun dari butir tanah, air, udara, serta sisa tumbuhan dan hewan yang
merupakan tempat hidup makhluk hidup. Tanah terbentuk dari batuan induk atau
batuan dasar yang mengalami pelapukan sehingga pecah menjadi bagian yang
kecilkecil. Berdasarkan prosesnya, pelapukan batuan induk menjadi tanah dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu pelapukan fisik, pelapukan biologi, dan pelapukan
kimia. Pelapukan fisik terjadi karena aktivitas tenaga-tenaga eksogen, seperti
perbedaan suhu udara, terpaan angin, tenaga arus air atau gelombang serta
gletser yang terjal secara terus menerus pada batuan. Pelapukan biologi terjadi
karena adanya aktivitas makhluk hidup, baik hewan atau tumbuhan, di dalam tanah
yang menyebabkan lapuk dan pecahnya lapisan batuan menjadi massa batuan yang
lebih kecil hingga menjadi tanah.
Adapun
pelapukan kimia terjadi karena adanya proses kimia yang terjadi dan mengubah
susunan kimia batuan sehingga batuan lebih mudah lapuk dan pecah menjadi massa
batuan yang lebih kecil hingga menjadi tanah. Ketiga proses tersebut tentu saja
memerlukan waktu dan intensitas yang terus menerus sehingga pembentukan tanah
merupakan suatu proses yang sangat lama. Ketiga proses tersebut telah kalian
pelajari di kelas VII, coba bukalah kembali catatan kalian tentang ketiga
proses pelapukan batuan tersebut! Tanah yang ideal untuk pertanian adalah tanah
yang mengandung unsur bahan mineral (45%), air (20-30%), udara (20-30%) dan
bahan organik (5%). Akan tetapi, kondisi tersebut biasanya sulit ditemui secara
ideal di lapangan karena adanya perbedaan jenis tanah. Berdasarkan proses
pembentukannya, maka tanah dapat dibedakan menjadi beberapa jenis menurut
sifat-sifatnya. Jenis-jenis tanah di Indonesia, antara lain, dapat dibedakan
seperti berikut ini.
a. Tanah Vertikal
Bentuk
persebaran tanah vertikal dapat kalian lihat saat ada penggalian parit, liang,
atau sumur. Saat mencapai kedalaman tertentu, kalian akan melihat perbedaan
warna lapisan tanah. Perbedaan warna lapisan tanah tersebut dikenal dengan
sebutan profil tanah. Secara garis besar, profil tanah terdiri atas empat
lapisan.
1) Lapisan tanah atas
Lapisan
tanah atas disebut juga topsoil, merupakan bentuk lapisan tanah yang paling
subur, berwarna cokelat kehitam-hitaman, gembur, dan memiliki ketebalan hingga
30 cm. Pada lapisan tanah inilah berkembang aktivitas organisme tanah. Warna
cokelat kehitaman dan kesuburan tanah pada lapisan ini disebabkan pengaruh
humus (bunga tanah), yaitu campuran sisa tumbuhan dan hewan yang telah mati dan
membusuk di dalam lapisan atas.
2) Lapisan tanah bawah
Lapisan
tanah bawah disebut juga subsoil, merupakan lapisan tanah yang berada tepat di
bawah lapisan topsoil. Lapisan ini memiliki sifat kurang subur karena memiliki
kandungan zat makanan yang sangat sedikit, berwarna kemerahan atau lebih
terang, strukturnya lebih padat, dan memiliki ketebalan antara 50 - 60 cm. Pada
lapisan ini, aktivitas organisme dalam tanah mulai berkurang, demikian juga
dengan sistem perakaran tanaman. Hanya tanaman keras yang berakar tunggang saja
yang mampu mencapainya.
3) Lapisan bahan induk tanah
Lapisan
bahan induk tanah disebut juga regolith, merupakan asal atau induk dari lapisan
tanah bawah. Pada profil tanah, lapisan ini berwarna kelabu keputih-putihan,
bersifat kurang subur karena tidak banyak mengandung zat-zat makanan,
strukturnya sangat keras, dan sulit ditembus sistem perakaran. Di lereng-lerang
pegunungan lipatan atau patahan, lapisan ini seringkali tersingkap dengan
jelas. Akan tetapi karena sifat-sifat tersebut, maka lapisan tanah ini sulit
dibudidayakan dan hanya akan menghasilkan tanaman yang kerdil dan tidak
berkembang.
4) Lapisan batuan induk
Lapisan
batuan induk disebut juga bedrock, merupakan bentuk batuan pejal yang belum
mengalami proses pemecahan. Lapisan ini terletak di lapisan paling bawah,
sehingga jarang dijumpai manusia. Akan tetapi di pegunungan lipatan atau
patahan, lapisan ini terkadang tersingkap dan berada di lapisan atas. Bila hal
ini terjadi, maka lahan tersebut merupakan lahan yang tandus dan tidak dapat
ditanami karena masih merupakan lapisan batuan.
b . Jenis-Jenis Tanah (Persebaran
Tanah Horizontal)
Persebaran
tanah secara horizontal di Indonesia dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,
berikut ini.
1) Tanah
gambut (organosol)
Tanah
gambut berwarna hitam, memiliki kandungan air dan bahan organik yang tinggi,
memiliki pH atau tingkat keasaman yang tinggi, miskin unsur hara, drainase
jelek, dan pada umumnya kurang begitu subur. Di Indonesia, persebaran tanah
gambut paling banyak terdapat di Kalimantan Selatan, disusul Sumatra Selatan,
Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Jambi, Kalimantan Timur, dan Papua
bagian Selatan. Karena sifatnya yang kurang subur, maka pemanfaatan jenis tanah
ini terbatas untuk pertanian perkebunan seperti karet, kelapa dan palawija.
2) Tanah
latosol
Tanah
latosol berwarna merah kecokelatan, memiliki profil tanah yang dalam, mudah
menyerap air, memiliki pH 6 – 7 (netral) hingga asam, memiliki zat fosfat yang
mudah bersenyawa dengan unsur besi dan aluminium, kadar humusnya mudah menurun.
Tersebar di kawasan Bukit Barisan (Sumatra), Jawa, Kalimantan Timur dan
Selatan, Bali, Papua, dan Sulawesi. Jenis tanah ini pada dasarnya merupakan
bentuk pelapukan dari batuan vulkanis.
3) Tanah
regosol
Tanah
regosol merupakan hasil erupsi gunung berapi, bersifat subur, berbutir kasar,
berwarna keabuan, kaya unsur hara, pH 6 - 7, cenderung gembur, kemampuan
menyerap air tinggi, dan mudah tererosi. Persebaran jenis tanah ini di
Indonesia terdapat di setiap pulau yang memiliki gunung api, baik yang masih
aktif ataupun yang sudah mati. Banyak dimanfaatkan untuk lahan pertanian.
4) Tanah
aluvial
Tanah
aluvial meliputi lahan yang sering mengalami banjir, sehingga dapat dianggap
masih muda. Sifat tanah ini dipengaruhi langsung oleh sumber bahan asal
sehingga kesuburannya pun ditentukan sifat bahan asalnya. Misalnya tanah yang
terdapat di Lembah Sungai Bengawan Solo yang berasal dari pegunungan karst
(Pegunungan Sewu), umumnya kurang subur karena kekurangan unsur fosfor dan
kalium. Sebaliknya, tanah di lembah Sungai Opak, Progo, dan Glagah yang berasal
dari Gunung Merapi umumnya lebih subur karena tergolong gunung muda sehingga
kaya akan unsur hara dan tersusun atas debu vulkanis yang produktif. Secara
umum, sifat jenis tanah ini mudah digarap, dapat menyerap air, dan permeabel
sehingga cocok untuk semua jenis tanaman pertanian. Tersebar luas di sepanjang
lembah sungai-sungai besar di Indonesia.
5) Tanah
litosol
Tanah
litosol dianggap sebagai lapisan tanah yang masih muda, sehingga bahan induknya
dangkal (kurang dari 45 cm) dan seringkali tampak di permukaan tanah sebagai
batuan padat yang padu. Jenis tanah ini belum lama mengalami pelapukan dan sama
sekali belum mengalami perkembangan. Jika akan dimanfaatkan untuk lahan
pertanian, maka jenis tanah ini harus dipercepat perkembangannya, antara lain,
dengan penghutanan atau tindakan lain untuk mempercepat pelapukan dan
pembentukan topsoil. Jenis tanah ini tersebar luas di seluruh Kepulauan
Indonesia, meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Nusa Tenggara, dan Maluku
Selatan. Adapun di Sumatra, jenis tanah ini terdapat di wilayah yang tersusun
dari batuan kuarsit, konglomerat, granit, dan batu lapis.
6) Tanah
grumusol
Tanah
grumusol pada umumnya mempunyai tekstur liat, berwarna kelabu hingga hitam, pH
netral hingga alkalis, dan mudah pecah saat musim kemarau. Di Indonesia, jenis
tanah ini terbentuk pada tempat-tempat yang tingginya tidak lebih dari 300 m di
atas permukaan laut dengan topografi agak bergelombang hingga berbukit,
temperatur rata-rata 25oC, curah hujan <2.500 mm, dengan pergantian musim
hujan dan kemarau yang nyata. Persebarannya meliputi Sumatra Barat, Jawa Barat
(daerah Cianjur), Jawa Tengah (Demak, Grobogan), Jawa Timur (Tuban, Bojonegoro,
Ngawi, Madiun, dan Bangil), serta di Nusa Tenggara Timur. Pemanfaatan jenis
tanah ini pada umumnya untuk jenis vegetasi rumputrumputan atau tanaman keras
semusim (misalnya pohon jati).
7) Tanah
andosol
Tanah
andosol terbentuk dari endapan abu vulkanik yang telah mengalami pelapukan
sehingga menghasilkan tanah yang subur. Jenis tanah ini berwarna cokelat
kehitaman, tersebar di pulau-pulau yang memiliki gunung api aktif, seperti di
Sumatra bagian Barat, Jawa, Bali, dan sebagian Nusa Tenggara. Tanah jenis ini
banyak ditemukan di dataran tinggi bersuhu sedang hingga dingin. Oleh karena
itu, jenis tanah ini banyak dikembangkan untuk tanaman perkebunan dan
hortikultura.
8) Tanah
podzolik merah-kuning
Tanah
podzolik merah-kuning merupakan jenis tanah yang memiliki persebaran terluas di
Indonesia. Berasal dari bahan induk batuan kuarsa di zona iklim basah dengan
curah hujan antara 2.500 - 3.000 mm/tahun. Sifatnya mudah basah dan mudah
mengalami pencucian oleh air hujan, sehingga kesu-burannya berkurang. Dengan
pemupukan yang teratur, jenis tanah ini dapat dimanfaatkan untuk persawahan dan
perkebunan. Tersebar di dataran-dataran tinggi Sumatra, Sulawesi, Papua,
Kalimantan, Jawa Barat, Maluku, dan Nusa Tenggara.
9) Tanah
rendzina
Tanah
rendzina tersebar tidak begitu luas di beberapa pulau Indonesia. Berdasarkan
luasannya, daerah-daerah di Indonesia yang memiliki jenis tanah ini adalah
Maluku, Papua, Aceh, Sulawesi Selatan, Lampung, dan Pegunungan Kapur di Jawa.
Rendzina merupakan tanah padang rumput yang tipis berwarna gelap, terbentuk
dari kapur lunak, batu-batuan mergel, dan gips. Pada umumnya memiliki kandungan
Ca dan Mg yang tinggi dengan pH antara 7,5 - 8,5 dan peka terhadap erosi. Jenis
tanah ini kurang bagus untuk lahan pertanian, sehingga dibudidaya-kan untuk
tanaman-tanaman keras semusim dan palawija.
B. Persebaran Flora dan Fauna
Indonesia
merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Dari berbagai penelitian
menyebutkan bahwa > 10% kehidupan jenis mahkluk hidup di muka bumi ini ada
di Indonesia, sedangkan luas daratan Indonesia hanya < 1 75 dari seluruh
luas daratan di dunia. Keadaan ini menempatkan Indonesia sebagai satu di antara
tujuh negara mega biodiversity, dengan luas hutan tropis terbesar ketiga
setelah Brasil (Amerika Selatan) dan Zaire (Afrika).
1. Dunia Tumbuhan (Flora)
Persebaran
jenis-jenis tumbuhan di Indonesia tidaklah merata. Daerah yang memiliki jenis
tumbuhan terbanyak terdapat di kawasan hutan hujan primer di dataran rendah
Kalimantan, disusul oleh Papua, Sumatra, Jawa, Sulawesi, Maluku, serta kawasan Nusa
Tenggara. Perbedaan jenis dan persebaran flora ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain, iklim, kondisi tanah, relief daratan, dan formasi geologi.
a) Iklim
Unsur
iklim yang berpengaruh terhadap keanekaragaman flora, antara lain, curah hujan,
suhu, kelembapan udara dan angin. Ke empat unsur tersebut akan membentuk suatu
kondisi lingkungan tertentu yang memengaruhi sifat-sifat fisik dan kimia tanah.
Daerah dengan curah hujan dan kelembapan udara yang tinggi cenderung memiliki
vegetasi yang beraneka ragam, misalnya hutan hujan tropis di pedalaman
Kalimantan. Kondisi fisik hutan hujan tropis, antara lain, pohonnya
besar-besar, ketinggian pohon beragam, suasana selalu basah atau lembap,
daun-daun lebat sehingga sinar matahari terhalang dan tidak dapat menyinari
lantai hutan secara langsung, dan banyak ditemui vegetasi yang merambat.
b) Kondisi
Tanah
Kondisi
tanah berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah. Kondisi tanah dipengaruhi
oleh iklim dan batuan induk atau bahan penyusun lapisan tanah. Iklim dapat
mempercepat proses pelapukan dan pembentukan tanah, sedangkan batuan induk
menentukan sifat dasar tanah. Misalnya, batuan kapur akan menghasilkan tanah
laterit yang kurang subur, sedangkan endapan vulkanik akan menghasilkan jenis
tanah andosol yang subur.
c) Relief
Daratan
Relief
daratan berhubungan dengan ketinggian tempat dan kemiringan lereng. Seperti
telah kita ketahui, ketinggian tempat erat kaitannya dengan suhu dan iklim
setempat, sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap jenis vegetasinya.
Masih ingatkah kalian dengan pembagian iklim menurut Junghuhn? Junghuhn membagi
iklim berdasarkan dua faktor, yaitu ketinggian tempat dan jenis tanaman.
Masing-masing ketinggian tempat memiliki suhu atau temperatur yang berbeda-beda
sehingga suatu daerah dapat dibedakan atas daerah sedang, daerah sejuk, dan
daerah dingin. Keadaan ini juga akan memengaruhi jenis tanaman tertentu yang
bisa hidup. Untuk lebih jelasnya kalian dapat membuka buku kalian pada kelas
VII.
d) Formasi
Geologi
Formasi
geologi berpengaruh terhadap persebaran jenis batuan dasar dan jenis vegetasi.
Telah kita ketahui, bahwa sejarah geologi Kepulauan Indonesia terdiri atas dua
paparan benua, yaitu paparan Benua Asia untuk wilayah Indonesia bagian Barat
(Pulau Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Bali) serta paparan Benua Australia untuk
wilayah Indonesia bagian Timur (Kepulauan Maluku, Papua, dan Aru). Di antara
kedua paparan benua tersebut terdapat zona peralihan (Kepulauan Nusa Tenggara
dan Sulawesi) yang mempunyai corak atau ciri khas tersendiri. Berdasarkan
faktor-faktor yang memengaruhi persebaran flora tersebut, secara garis besar,
jenis-jenis flora di Indonesia dapat dibedakan, berikut ini.
a. Flora di Indonesia Bagian
Barat
Flora
di wilayah Indonesia bagian Barat didominasi oleh vegetasi hutan hujan tropis
yang selalu basah. Hal ini dikarenakan pada kawasan ini mempunyai curah hujan
dan kelembapan yang cukup tinggi. Jenis-jenis flora di kawasan ini memiliki
kesamaan ciri dengan flora di Benua Asia pada umumnya. Adapun flora tipe Asia
(Asiatis) memiliki ciri-ciri, berikut ini.
1)
Memiliki berbagai jenis tumbuhan kayu yang berharga, misalnya jati, meranti,
kruing, mahoni, dan sejenisnya.
2)
Selalu hijau sepanjang tahun.
3)
Bersifat heterogen.
Selain
itu, di wilayah Indonesia bagian Barat juga terdapat tumbuhan endemik (hanya
ada di daerah tersebut), yaitu Raflesia arnoldi di Sumatra. Wilayah Indonesia
bagian Barat juga banyak dijumpai kawasan hutan mangrove (hutan bakau), antara
lain di pantai Timur Sumatra, pantai Barat dan Selatan Kalimantan, serta pantai
Barat dan Utara Jawa.
b . Flora di Indonesia Bagian
Tengah
Daerah
peralihan meliputi wilayah Pulau Sulawesi dan kepulauan di sekitarnya serta
Kepulauan Nusa Tenggara. Di kawasan ini tidak kita jumpai adanya hutan yang
lebat. Jenis hutan yang ada hanyalah hutan semusim atau hutan homogen yang
tidak begitu lebat, bahkan di kawasan Nusa Tenggara kita hanya akan menjumpai
adanya sabana dan stepa. Sabana adalah padang rumput yang luas dengan tumbuhan
kayu di sana-sini, sedangkan stepa adalah tanah kering yang hanya ditumbuhi
semak belukar. Kondisi ini terjadi karena di wilayah Nusa Tenggara memiliki
curah hujan yang relatif lebih sedikit bila dibandingkan pulau-pulau lain di
Indonesia. Jenis tumbuhan yang mendominasi di wilayah Indonesia bagian tengah,
antara lain, jenis palma, cemara, dan pinus.
c . Flora di Indonesia Bagian
Timur
Flora
di wilayah Indonesia bagian Timur didominasi oleh hutan hujan tropis. Akan
tetapi, jenis tumbuhannya berbeda dengan jenis tumbuhan di wilayah Indonesia
bagian Barat. Jenis flora di wilayah hutan hujan tropis bagian Timur memiliki
kesamaan dengan flora di kawasan Benua Australia, sehingga jenis floranya
bersifat Australis. Salah satu flora ciri khas di kawasan Indonesia Timur
adalah anggrek.
2. Dunia Hewan (Fauna)
Keanekaragaman
fauna di Indonesia secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh keadaan
floranya. Luasnya wilayah dan sejarah geologi yang panjang menempatkan
Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan fauna yang patut dibanggakan.
Berdasarkan penelitian, 17% jenis burung dunia, 16% jenis reptil dunia, dan 12%
jenis mamalia dunia dapat dijumpai di Indonesia. Angka-angka tersebut belum
termasuk fauna endemik, diperkirakan 200 dari 515 jenis mamalia di Indonesia
adalah jenis mamalia endemik, demikian pula 430 dari 1.519 jenis burung yang
ada.
Kepulauan
Indonesia memiliki sejarah geologis yang menarik.
Hal
ini berpengaruh terhadap persebaran faunanya. Laut yang memisahkan antarpulau
membatasi hubungan antarfauna sejenis, sehingga mereka secara berangsur-angsur
berkembang dengan cara mereka masing-masing sesuai dengan adaptasi mereka
terhadap lingkungan setempat. Hal inilah salah satu faktor yang memunculkan
keanekaragaman fauna di Indonesia. Secara garis besar, persebaran fauna di
Indonesia dapat dibedakan menjadi fauna Indonesia bagian Barat, fauna Indonesia
bagian tengah, dan fauna Indonesia bagian Timur.
a. Fauna Indonesia Bagian Barat
Fauna
Indonesia bagian Barat adalah fauna-fauna yang terdapat di Pulau Sumatra,
Kalimantan, Jawa, dan pulaupulau kecil di sekitarnya. Dahulu pulau-pulau
tersebut merupakan satu daratan dengan Semenanjung Malaka (Benua Asia),
sehingga flora dan faunanya dapat berkembang dan berpencar secara bebas. Ketika
Sumatra, Kalimantan, dan Jawa terpisah dari Benua Asia, maka masingmasing
daerah tersebut membawa perwakilan jenis flora dan fauna yang sama. Oleh karena
itu, jenis fauna di wilayah Indonesia bagian Barat disebut juga dengan jenis
fauna Asiatis. Beberapa ciri fauna Asiatis, antara lain, banyak dijumpai mamalia
ukuran besar, banyak dijumpai berbagai jenis kera dan jenis ikan air tawar,
akan tetapi sedikit jenis burung berwarna. Beberapa jenis fauna endemik di
wilayah Indonesia bagian Barat, antara lain, badak bercula satu, burung merak,
jalak bali, dan orang utan.
b . Fauna Indonesia Bagian Tengah
Jenis
fauna Indonesia tengah terdapat di Pulau Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan
beberapa pulau di sekitarnya. Fauna Indonesia bagian tengah ini merupakan fauna
peralihan, karena mempunyai ciri khas tersendiri bila dibandingkan dengan fauna
Indonesia bagian Barat ataupun fauna Indonesia bagian Timur. Perbedaan
karakteristik fauna antara Indonesia bagian Barat dengan Indonesia bagian
tengah dibatasi dengan garis khayal yang dikenal dengan sebutan Garis Wallacea.
Hewan khas yang terdapat di wilayah Indonesia bagian tengah, antara lain,
burung maleo, anoa, komodo, dan babirusa.
c . Fauna Indonesia Bagian Timur
Fauna
Indonesia bagian Timur adalah jenis fauna yang terdapat di Pulau Papua,
Kepulauan Aru, dan beberapa pulau kecil di sekitarnya. Dahulu pulau-pulau
tersebut merupakan satu kesatuan dengan Benua Australia sehingga flora dan
faunanya dapat berkembang dan berpencar secara bebas. Ketika Papua dan beberapa
pulau lainnya terpisah dari Benua Australia, maka daerah-daerah tersebut
membawa perwakilan jenis flora dan fauna yang sama. Oleh karena itu, jenis
fauna di wilayah Indonesia bagian Timur disebut juga dengan jenis fauna
Australis.
Karakteristik
fauna di wilayah Indonesia Timur berbeda dengan karakteristik fauna di
Indonesia bagian tengah. Perbedaan wilayah ini dibatasi oleh garis khayal yang
dikenal dengan sebutan garis Webber. Beberapa ciri fauna Australis, antara
lain, memiliki jenis mamalia berukuran kecil, hanya memiliki satu jenis kera,
terdapat jenis hewan berkantung, banyak terdapat jenis burung berbulu indah,
akan tetapi sedikit jenis ikan air tawar. Beberapa jenis fauna endemik di
wilayah Indonesia bagian Timur, antara lain, burung cendrawasih, dan burung
kasuari. Pembagian wilayah flora dan fauna oleh garis Wallacea dan Webber
tersebut didasarkan pada kesamaan sifat makhluk hidup dan sejarah geologi yang
memengaruhi persebarannya. Apabila dipetakan, maka lintasan garis Wallacea dan
Webber akan tampak seperti berikut ini.
C. Kondisi Sosial Indonesia
1. Suku Bangsa
Penduduk
Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan keturunan. Secara etimologis,
sebagian besar suku bangsa di Indonesia berasal dari keturunan rumpun bangsa
Mongoloid. Mereka pada umumnya tersebar di wilayah Indonesia bagian Barat.
Sebagian lagi, terutama yang tinggal di wilayah Indonesia bagian Timur,
merupakan keturunan Melanesia dan Negroid. Wilayah Indonesia yang sangat luas
dengan kondisi alam yang beraneka ragam menghasilkan suatu pola kehidupan
masyarakat yang beraneka ragam pula. Kebiasaan masyarakat yang tumbuh dan
berkembang dipengaruhi oleh kondisi fisik lingkungan setempat. Hal inilah yang
menyebabkan bangsa Indonesia memiliki beraneka ragam suku bangsa dengan
berbagai adat dan budayanya yang unik. Tercatat tidak kurang dari 250 suku
bangsa yang telah dapat diidentifikasi di Indonesia. Beberapa suku bangsa
memiliki jumlah penduduk yang besar, di antaranya adalah suku Jawa (45% jumlah
penduduk Indonesia), Sunda (14% jumlah penduduk Indonesia), Madura (8%), dan
Batak (7%).
Keanekaragaman
suku bangsa tersebut melahirkan keanekaragaman budaya. Berbagai peninggalan
budaya yang terkenal antara lain, berbagai bentuk candi, pakaian tradisional,
tarian, wayang, kesusastraan, upacara adat, dan berbagai seni pertunjukan
lainnya.
2. Penduduk
Indonesia
termasuk salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia.
Jumlah penduduk Indonesia adalah 205,8 juta jiwa (BPS, 2005). Berdasarkan
jumlah penduduk tersebut, Indonesia menempati urutan keempat dunia setelah
Amerika Serikat, urutan ketiga di Asia setelah India dan merupakan negara
dengan jumlah penduduk terbesar di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan dari data-data
kependudukan yang ada persebaran penduduk di beberapa wilayah di Indonesia
masih belum merata. Sekitar 60% penduduk Indonesia masih terkonsentrasi di
Pulau Jawa. Ketidakmerataan penduduk di
Indonesia menyebabkan pula ketidakseimbangan daya dukung wilayah antara Pulau
Jawa dengan di luar Pulau Jawa. Kondisi demikian, merupakan suatu masalah bagi
pemerintah terkait dalam upaya pemerataan pembangunan maupun dalam hubungannya
dengan pertahanan dan keamanan. Hal ini perlu mendapat perhatian dan upaya penanganan
dari pemerintah mengingat penduduk merupakan salah satu unsur penting yang
dapat menunjang perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Ulasan tentang
penduduk Indonesia dengan segala dinamikanya dapat kalian pelajari lebih lanjut
pada bab dinamika penduduk dalam buku ini.
3. Bahasa
Bahasa
resmi yang digunakan di Indonesia adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia
termasuk dalam rumpun bahasa Melayu yang berkembang di beberapa negara di
wilayah Asia Tenggara, seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan
Indonesia. Selain bahasa Indonesia, terdapat sekitar 300 bahasa daerah dengan
dialek bahasa dan jenis aksaranya masing-masing. Beberapa bahasa daerah yang
berkembang, antara lain, bahasa Jawa (memiliki lebih dari 80 juta penutur
dengan dialek daerah yang berbeda-beda) yang digunakan di Jawa Tengah, DIY, dan
Jawa Timur. Selain itu terdapat juga bahasa dan dialek Sunda di Jawa Barat.
Di
Sumatra berkembang bahasa dan dialek Aceh, Batak, dan Minangkabau. Di
Kalimantan berkembang bahasa Melayu dengan dialek Iban, Kahayan, dan berbagai
dialek daerah lainnya. Di Bali dan Nusa Tenggara berkembang bahasa dan dialek
Bali, Sasak, dan Sumbawa. Di Sulawesi dan Minahasa berkembang bahasa dan dialek
Toraja, Bugis, dan Makassar. Adapun di Papua berkembang bahasa dan dialek
Papua. Selain perkembangan bahasa dan dialek daerah tersebut, terdapat juga
aksara-aksara lama selaku aksara daerah yang digunakan dalam penulisan
hasil-hasil kesusastraan masa lampau. Bentuk-bentuk aksara tersebut, di
antaranya aksara Jawa, aksara Bali, aksara Batak, dan aksara Bugis.
4. Agama
Kepercayaan
asli nenek moyang Indonesia adalah animisme dan dinamisme. Animisme adalah
kepercayaan terhadap roh yang menempati bendabenda tertentu. Adapun dinamisme
adalah kepercayaan bahwa benda-benda tertentu mempunyai kekuatan. Kepercayaan
ini sudah ada jauh sebelum kedatangan ajaran agama di Indonesia. Agama yang
terbesar jumlah penganutnya di Indonesia adalah agama Islam, > 85%
penduduknya memeluk agama ini. Agama lain yang berkembang adalah agama Kristen,
Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Selain itu terdapat berbagai jenis
aliran kepercayaan kepada Tuhan yang berkembang di masyarakat. Selain
perkembangan bahasa dan dialek daerah tersebut, terdapat juga aksara-aksara
lama selaku aksara daerah yang digunakan dalam penulisan hasil-hasil
kesusastraan masa lampau. Bentuk-bentuk aksara tersebut, di antaranya aksara
Jawa, aksara Bali, aksara Batak, dan aksara Bugis.
5. Pendidikan
Pendidikan
merupakan salah satu indikator penunjang naiknya tingkat kualitas penduduk.
Pada tahun ajaran 2000, tidak kurang dari 28,7 juta anak Indonesia terdaftar
sebagai siswa sekolah dasar. Pemerintah mengadakan program wajib belajar 6
tahun bagi warga negaranya. Kondisi ini kemudian semakin berkembang dengan
digalakkannya program pendidikan dasar hingga 9 tahun yang meliputi pendidikan
sekolah dasar (6 tahun) dan sekolah menengah pertama (3 tahun). Upaya ini
dilakukan untuk meningkatkan kualitas penduduk Indonesia.
1. Kegiatan Ekonomi Agraris
Kegiatan
ekonomi agraris adalah kegiatan ekonomi penduduk dalam memanfaatkan
faktor-faktor alam, khususnya dalam bidang pertanian; termasuk di dalamnya
adalah peternakan, perikanan, perkebunan, dan kehutanan. Pada umumnya, kegiatan
ekonomi agraris berpusat di daerah-daerah pedesaan yang masih menyediakan lahan
yang cukup luas. Secara umum, pertanian atau persawahan banyak diusahakan di
daerah pedesaan Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Bali, dan sebagian Sulawesi.
Akan tetapi, dari beberapa daerah tersebut, Pulau Jawa merupakan pusat
penghasil padi utama, hal ini dikarenakan kondisi alam di Pulau Jawa sangat
mendukung.
Meskipun
luas, lahan pertaniannya semakin berkurang dari tahun ke tahun. Selain
pertanian, kegiatan ekonomi agraris lain yang diusahakan adalah perikanan
darat, perkebunan, dan peternakan. Di wilayah Sumatra, kegiatan ekonomi agraris
didominasi oleh tanaman perkebunan. Jenis tanaman perkebunan utama adalah
kelapa sawit, di samping teh, kopi, karet, dan beberapa jenis buah-buahan.
Perkebunan kelapa sawit di Sumatra merupakan yang terluas di Asia Tenggara.
Pertanian padi diusahakan di daerah pedesaan, sedangkan perikanan darat banyak
diusahakan di danau, rawa-rawa, dan sungaisungai besar dengan menggunakan
sistem karamba. Adapun jenis ternak yang diusahakan relatif sama dengan jenis
ternak di Pulau Jawa.
Di
wilayah Kalimantan, kegiatan ekonomi agraris didominasi oleh hutan primer dan
hutan produksi. Keberadaan hutan di Kalimantan merupakan salah satu yang
terluas di dunia, di dalamnya tersimpan kekayaan flora dan fauna. Di samping
itu, kegiatan ekonomi agraris lain adalah perkebunan (khususnya perkebunan
kayu). Jenis peternakan yang diusahakan relatif hampir sama dengan jenis
peternakan di Pulau Jawa, namun ada jenis peternakan yang unik dilakukan di
Kalimantan, yaitu peternakan jenis kerbau rawa.
Adapun
jenis perikanan darat banyak diusahakan di danau, sungai, dan rawa-rawa. Di
wilayah Papua, kegiatan ekonomi agraris masih didominasi oleh kegiatan
kehutanan, perkebunan sagu, dan sistem pertanian lahan kering (peladangan dan
tegalan). Jenis tanaman yang diusahakan oleh penduduk pada umumnya jenis
sayuran, sagu, umbiumbian, dan palawija yang digunakan sebagai bahan makanan
pokok. Jenis ikan air tawar di Papua sebenarnya sangat banyak dan beragam,
namun belum dibudidayakan lebih lanjut. Pemanfaatannya masih dilakukan dengan
cara tradisional, demikian juga dengan peternakan. Kegiatan ekonomi agraris di
Sulawesi dan Maluku didominasi oleh kegiatan perkebunan rempah-rempah, sagu,
kopi, dan buah-buahan. Maluku memang terkenal sebagai penghasil rempahrempah,
terutama lada dan pala sejak zaman dahulu. Sementara itu, kegiatan perikanan
darat banyak diusahakan dengan sistem karamba di perairan danau, misalnya di
Danau Tempe dan Danau Poso. Di wilayah Nusa Tenggara, budidaya pertanian
persawahan kurang cocok diterapkan, karena di wilayah tersebut curah hujannya
relatif lebih sedikit bila dibandingkan dengan daerah lain.
Tanaman
yang dibudidayakan adalah umbi-umbian, palawija, serta tanaman perkebunan,
seperti kopi, cokelat, dan nira. Kegiatan peternakan di daerah ini didominasi
hewan-hewan besar, seperti kuda, rusa, dan sapi. Hal ini dikarenakan pada
daerah ini banyak terdapat sabana atau padang rumput. Selain itu, kekayaan
hayati laut di perairan Indonesia juga menghasilkan udang, ikan, rumput laut,
dan mutiara. Secara umum, penangkapan ikan lebih intensif diusahakan di
perairan sebelah Barat Sumatra dan sebelah Selatan Jawa, perairan Aru, serta
perairan Laut Banda. Adapun perairan Laut Jawa, Selat Malaka, dan Selat
Makassar banyak menghasilkan udang dan ikan; sedangkan mutiara banyak
dibudidayakan di perairan Lombok, perairan Aru, dan perairan Maluku.
2. Kegiatan Ekonomi Nonagraris
Kegiatan
ekonomi nonagraris umumnya lebih berkembang di kawasan perkotaan, khususnya di
kota-kota besar. Kegiatan ekonomi nonagraris meliputi usaha pertambangan,
industri, perdagangan, dan jasa.
a. Pertambangan
Pertambangan
di Indonesia tersebar luas di berbagai wilayah dan menghasilkan berbagai jenis
bahan tambang. Akan tetapi, hasil utama pertambangan di Indonesia adalah minyak
dan gas (migas) serta batu bara.
1) Minyak dan Gas
Tambang-tambang
minyak bumi diusahakan di darat maupun di lepas pantai. Dalam suatu usaha
eksplorasi minyak bumi, kita juga menemukan gas alam. Oleh karenanya, minyak
dan gas (migas) merupakan andalan ekspor Indonesia. Pusat-pusat pertambangan
minyak bumi Indonesia, antara lain, terdapat di Perlak dan Lhokseumawe (NAD);
Langkat dan Pangkalanbrandan (Sumatra Utara); Dumai, Duri, Natuna, Minas,
Lirik, dan Rumbai (Riau dan Kepulauan Riau); Jambi; Muaraenim dan Prabumulih
(Bengkulu); Selat Sunda, Cirebon, dan Jatibarang (Banten dan Jawa Barat); Cepu,
Grobogan, dan lepas pantai Rembang (Jawa Tengah); Wonokromo dan Bojonegoro
(Jawa Timur); Balikpapan, Tarakan, Pulau Bunyu, dan Kutai (Kalimantan Timur);
Pulau Seram (Maluku), serta Sorong, Babo, dan Klamono (Papua). Negara kita merupakan penghasil gas alam
terbesar di dunia. Daerah penghasil gas alam utama adalah Plaju dan Sungai
Gerong (Sumatra Selatan) serta di Arun dan Bontang. Gas alam yang telah diolah
menjadi Liquid Natural Gas (LNG) atau gas alam cair merupakan komoditas ekspor.
Secara berturut-turut, negara pengimpor LNG Indonesia terbesar adalah Jepang,
Korea Selatan, dan Amerika Serikat.
2) Batubara
Penggunaan
batubara dalam negeri saat ini masih terbatas untuk keperluan industri, padahal
sejak awal tahun 1990-an, pemerintah sudah mulai menyosialisasikan penggunaan
briket batubara untuk kebutuhan rumah tangga. Hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi konsumsi minyak sebagai bahan bakar utama rumah tangga. Pusat-pusat
penambangan batubara di Indonesia terdapat di Bukitasam dan Sawahlunto
(Sumatra); muara Sungai Mahakam, Pulau Laut, lembah Sungai Berau, dan lembah
Sungai Kapuas (Kalimantan); Sulawesi Selatan; Banten; dan Jawa Barat.
b . Perindustrian
Industri
adalah kegiatan memproses atau mengolah bahan mentah menjadi bahan setengah
jadi atau bahan setengah jadi menjadi barang konsumsi dengan menggunakan sarana
dan peralatan; sedangkan perindustrian adalah segala sesuatu yang bertalian
dengan proses-proses industri. Perkembangan industri di Indonesia kian
meningkat dari tahun ke tahun. Perkembangan sektor industri ini didukung oleh
beberapa faktor, antara lain, ketersediaan sumber daya alam, ketersediaan
sumber daya manusia (tenaga kerja), ketersediaan sarana dan prasarana yang
memadai (air bersih, listrik, jalur transportasi, dan komunikasi), potensi
pasar yang besar, serta kemampuan dalam penerapan teknologi.
c . Perdagangan
Perdagangan
adalah suatu kegiatan jual beli (transaksi) barang dari produsen kepada konsumen.
Berdasarkan luas jangkauan pemasaran, perdagangan dapat dibedakan menjadi
berikut ini.
1)
Perdagangan lokal; yaitu perdagangan yang berlangsung di sekitar kota atau
daerah tempat penjual atau produsen bertempat tinggal, misalnya penjualan dalam
satu kota atau dalam satu eks karesidenan.
2)
Perdagangan regional; yaitu perdagangan yang terjadi antarwilayah, misalnya
dari satu eks karesidenan ke wilayah eks karesidenan lain, atau dari satu
provinsi ke provinsi lain.
3)
Perdagangan nasional; yaitu perdagangan yang terjadi antarwilayah di dalam
negeri dan meliputi seluruh wilayah negara yang bersangkutan. Jika wilayah
negara tersebut berbentuk kepulauan (seperti Indonesia), maka akan terjadi
perdagangan antarpulau yang disebut dengan perdagangan intersuler.
4)
Perdagangan internasional; yaitu perdagangan yang terjadi antarbangsa di dunia.
Dalam
perdagangan internasional dikenal istilah ekspor dan impor. Ekspor adalah
kegiatan perdagangan dalam menjual barang ke luar negeri, sedangkan impor
adalah kegiatan perdagangan dalam membeli atau mendatangkan barang dari luar
negeri. Pusat-pusat perdagangan biasanya terdapat di kota-kota, baik di kota
kecamatan, kota tingkat II, ibukota provinsi, hingga ibukota negara, tergantung
ruang lingkup pemasarannya. Dalam hal ini, pusatpusat perdagangan merupakan
daerah-daerah yang merupakan simpul komunikasi dan transportasi, baik darat,
laut, maupun udara.
d . Jasa
Jasa
merupakan aktivitas, kemudahan, atau manfaat yang dapat dijual ke orang lain
(konsumen) yang membutuhkannya. Dalam perkembangannya, jasa memegang peranan
penting karena dapat mendukung kegiatan perekonomian dan kegiatan manusia pada
umumnya. Bentuk-bentuk kegiatan jasa, antara lain, jasa kesehatan, jasa hukum,
jasa perbankan, jasa transportasi dan perhubungan, serta jasa telekomunikasi.
Seperti halnya perdagangan, pusat-pusat kegiatan jasa pada umumnya terdapat di
kota-kota besar sebagai simpul komunikasi dan transportasi.
Seiring
dengan kemajuan zaman, kegiatan jasa mulai berkembang di daerah-daerah, bahkan
saat ini kegiatan jasa sudah mulai merebak hingga ke pedesaan, misalnya dengan
adanya fasilitas BRI unit, ranting perum pegadaian, pelayanan kredit petani di
kelurahan, pelayanan warung telekomunikasi (wartel), pelayanan kesehatan, pos
keliling, KUD, dan sebagainya. Pemerataan pembangunan di sektor jasa ini
merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam menekan laju
urbanisasi.
E.Hubungan antara Kondisi Fisik
dan Sosial di Indonesia
Pola
kehidupan manusia cenderung dipengaruhi oleh kondisi fisik lingkungan setempat,
tidak terkecuali dengan kehidupan sosial ekonominya. Dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, pemanfaatan lahan oleh manusia harus disesuaikan dengan kondisi fisik
lainnya, antara lain jenis tanah, cuaca, ketersediaan air, kemiringan lereng,
ataupun dengan kondisi curah hujannya. Secara umum, pemusatan manusia atau
penduduk menempati wilayah yang mempunyai ciri fisik ideal, antara lain,
topografinya datar atau landai, mudah memperoleh air tanah, kondisi udara
sejuk, dan kondisi tanah yang subur. Akan tetapi, kondisi ideal ini tidak
tersebar merata di permukaan bumi ini.
Oleh
karena itu, manusia dituntut mampu beradaptasi dan mengembangkan kemampuan
dirinya agar dapat mengurangi pengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan.
Berdasarkan pengaruh kondisi lingkungan fisiknya, aktivitas sosial ekonomi
manusia dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu aktivitas manusia di daerah pantai,
di daerah dataran rendah, dan di daerah dataran tinggi atau pegunungan.
1. Daerah Pantai
Kegiatan
manusia yang tinggal di daerah pantai erat kaitannya dengan kegiatan perikanan
atau kelautan, antara lain, meliputi hal-hal berikut ini.
a.
Usaha-usaha nelayan dalam menangkap ikan.
b.
Pembuatan tambak-tambak untuk budidaya ikan dan udang, di daerah payau.
c.
Pembuatan tambak-tambak untuk menghasilkan garam.
d.
Budidaya mutiara dan rumput laut.
e.
Dalam bidang pertanian, dilakukan budidaya perkebunan kelapa dan pengolahan
sawah pasang surut.
f.
Di beberapa wilayah pantai, telah difungsikan sebagai objek wisata, sehingga
membuka peluang pengembangan sektor perdagangan dan jasa.
2. Daerah Dataran Rendah
a.
Topografinya yang relatif datar membuat kawasan ini layak untuk semua bentuk
penggunaan lahan, baik itu untuk pertanian, permukiman, industri, ataupun
bentuk-bentuk penggunaan lahan yang lain.
b.
Sebagai lahan pertanian, daerah dataran rendah pada umumnya subur karena proses
sedimentasi. Jenis tanaman yang cocok, antara lain, padi, palawija,
kacang-kacangan, dan buah-buahan.
c.
Sebagai lokasi permukiman, daerah ini dapat cepat mengalami perkembangan ke
segala arah.
d.
Dari segi pembangunan sarana dan prasarana sosial, daerah dataran rendah lebih
mudah diusahakan. Hal ini dikarenakan reliefnya datar sehingga sedikit ditemui
barier alam serta kondisi tanah yang cukup stabil.
e.
Sehubungan dengan ketersediaan sarana dan prasarana, dataran rendah juga sangat
cocok digunakan sebagai kawasan industri.
3. Daerah Dataran Tinggi dan
Daerah Pegunungan
Kondisi
iklim di dataran tinggi dan pegunungan pada umumnya sedang hingga dingin. Hal
ini sangat cocok untuk kegiatankegiatan, berikut ini.
a.
Pertanian dan perkebunan, terutama untuk padi, sayuran, teh, kopi, buah-buahan,
serta berbagai jenis bunga dan tanaman hias.
b.
Peternakan, terutama sapi, hal ini dikarenakan ketersediaan rumput dan air yang
pada umumnya cukup melimpah.
c.
Sebagai tujuan wisata, karena pada umumnya, daerah dataran tinggi dan daerah
pegunungan mempunyai pemandangan alam yang indah, seperti air terjun, danau,
dan agrowisata.
d.
Pada lereng-lereng pegunungan, biasanya pemanfaatannya terbatas untuk areal
hutan lindung yang fungsinya telah dikembangkan lebih lanjut menjadi hutan
produksi ataupun hutan wisata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar